Biografi Pengarang Kitab Maulid

Biografi

BIOGRAFI 

BIOGRAFI AL-A’RIF BILLAH AL-IMAM AL-HABIB ALI BIN MUHAMMAD AL HABSYI (SHOHIBUL MAULID DI SEIWUN)

    Beliau diberi nama ‘Ali oleh Al ‘Allamah Habib Abdullah bin Husein bin Thohir, untuk mengambil berkah dari Sayyidina ‘Ali Khali’ Qasam.


RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

LAHIR

    Habib Ali lahir di desa Qasam – Hadhromaut Yaman, suatu desa yang dinisbatkan kepada Sayyidina Ali bi Alwi Khali’ Qasam pada hari Jum’at, 24 syawal 1259 H / 1839 M


WAFAT

    Beliau wafat  hari  Ahad, 20 Rabi’ul Akhir 1333 H/1915 M lalu dikebumikan di Ma’lah di Hauthah Al Ba’alawi Mekkah. Kedudukan beliau sebagai mufti kemudian digantikan oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.

NASAB

Beliau adalah Al ‘Allamah Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syekh bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad Asghar bin Alwi bin Abubakar Alhabsyi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad ‘Asadullah bin Hasan At Turobi bin Ali bin Alfaqihil Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin Almuhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad An Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far As Shadiq bin Muhammad Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Fathimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.


KELUARGA

    Ayah beliau adalah Al Imam Al ‘Arif Billah Al Habib Muhammad bin Husein Alhabsyi, eorang da’i yang membaktikan seluruh usianya untuk belajar dan mengajar, beribadah dan berdakwah ke berbagai kota dan pelosok desa.

    Ibunda Habib Ali Alhabsyi adalah Hababah Alawiyah binti Husein Al Hadi Al Jufri. Beliau lahir di Syibam tahun 1240 H. Ibunda beliau adalah seorang da’iyah ilallah, seorang yang terkenal sangat sholehah dan bijaksana, senang mengajar dan berdakwah. Habib Ali memiliki hubungan yang sangat erat dengan ibunya. Ibunda beliau wafat pada 6 Rabius Tsani 1309 H.

    Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bungsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al- Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan- santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan- pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul Awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.


SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU

PENDIDIKAN

    Habib Ali Alhabsyi tumbuh dalam di bawah asuhan dan pengawasan kedua orangtuanya, hingga ketika mencapai usia tamyiz, jiwanya telah dipenuhi oleh cahaya Qur’an. Pada umur 11 tahun, selain telah hafal Alqur’an beliau juga telah hafal kitab al Irsyad, Alfiyah ibnu Malik, dan lainnya.

    Dan pada umur 17 tahun beliau belajar ke Mekah mengikuti ayahanda beliau Habib Muhammad Alhabsyi selama 2 tahun. Beliau menguasai ilmu-ilmu zahir dan batin sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu.

    Oleh karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidiknya untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.

    Sepulangnya dari Mekah, beliau bertemu dengan Habib Abubakar bin Abdullah Alatthos, beliau adalah syekh fatah Habib Ali Alhabsyi. Habib Ali mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan Habib Abubakar Alatthos. Beliau berkata mengenai Habib Abubakar Alatthos : “Aku berhubungan dengan Habib Abubakar, dan beliau memperlakukan aku dengan akhlak yang sangat luhur. Beliau mencurahkan segenap ilmunya walau pertemuanku dengan beliau hanya berlangsung kurang lebih 4 kali saja. Namun satu detik bersama beliau lebih dari cukup. {Majmu’ Kalam al Habib Ali al Habsyi}

    Dalam kitab Tajul ‘Aras disebutkan bahwa Habib Abubakar Alatthos memelihara Habib Ali Alhabsyi sejak ia masih berada di alam buthun (perut) hingga berada di alam zhuhur (dunia). Suatu hari Habib Abubakar berkata kepada Habib Ali, “Ya Ali, sesungguhnya aku telah memeliharamu sejak kau berada di dalam sulbi ayahmu.”

    Seseorang bertanya kepada Habib Ali Alhabsyi, “Diwan-mu berisi banyak pujian untuk Habib Abubakar Alatthos, tetapi pujian untuk ayahmu sedikit”. Habib Ali berkata : “Habib Abubakar adalah ayah ruhaniku, sedang ayahku adalah ayah jasmaniku.” 


GURU BELIAU

Adapun guru-guru Habib Ali Alhabsyi sangat lah banyak, di antaranya :

Ayah beliau sendiri Al Habib Muhammad bin Husein Alhabsyi

Ibunda beliau Hababah Alawiyh binti Husein Al Hadi Al Jufri

- Al Habib Hasan bin Sholeh Al Bahr

- Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir

- Syeikh fath beliau Al Habib Abubakar bin Abdullah Alatthos

- Al Habib Muhsin bin Alwi Asseggaf

- Al Habib Abdurrahman bin Ali bin Umar bin Saggaf

- Al Habib Abdulqodir bin Hasan bin Umar bin Saggaf

- Al Habib Muhammad bin Ali bin Alwi Asseggaf

- Al Habib Ahmad bin Muhammad Al Muhdhor

Gurunya yang terakhir sekaligus sahabat karibnya yaitu Al Habib Idrus bin Umar Alhabsyi.


KEGIATAN DAKWAH HABIB ALI ALHABSYI

    Ketika beliau berada di kota Mekkah berada di bawah Mizab beliau memohon kepada Allah agar mendapat seorang anak yang shaleh, saat itu juga beliau mendengar seruan : “Doamu telah terkabulkan, sekarang kembalilah ke negerimu.”

    Sekembalinya beliau ke Tarim dan telah berlalu waktu yang agak lama beliau berdoa kembali memohon kepada Allah di salah satu Masjid di Ta Sepulangnya dari Mekah, Habib Ali mulai membuka majelis ilmu di kota Seiwun. Salah satu majelisnya mengajarkan ilmu Nahwu. Suatu hari salah satu guru beliau yaitu Syekh Muhammad Khatib menghadiri majelis beliau. Syekh Muhammad Khatib adalah seorang yang memiliki hal agung dan sangat mencintai ahlil bait. Habib Ali Alhabsyi pernah belajar kepadanya ilmu Nahwu dari kitab Aljurumiyah dan Mutammimah.

    Syekh Muhammad Khatib bertanya kepada Habib Ali setelah selesai majelis Nahwu beliau, “Nahwu apa yang kau ajarkan ini? Ini bukan Nahwu yang dulu pernah ku ajarkan kepadamu. Darimana kau dapatkan ilmu ini?”“Dari Allah SWT”, jawab Habib Ali“Kalau begitu aku akan belajar kepadamu” kata Syekh Muhammad Khatib.Lalu Syekh Muhammad Khatib belajar kepada Habib Ali Alhabsyi Syarah Hamaziah karya Jamal. {Fuyudhat al Bahr al Mali}

    Habib Ali mengajar dan beribadah di Masjid Hambal selama 30 tahun. Beliau juga menjadi imam masjid Hambal. Siang dan malam masjid itu makmur dengan zikir, tilawatul Qur’an dan pengajian. Saat mengajar di masjid tersebut tidak kurang dari 400 orang senantiasa menghadiri majelis beliau. Di bulan Ramadhan setiap shalat tarawih beliau membaca 10 juz Alqur’an, setiap rakaat 8 muqra’. Sedangkan tiap malam jum’at beliau gunakan untuk membaca Dalailul Khairat dari sahur hingga fajar. {Jawahir al Anfas Fi Maa Yurdhi Rabb an Naas}


MEMBANGUN PONDOK PESANTREN

    Ketika berusia 37 tahun Habib Ali Alhabsyi membangun ribath (pondok pesantren) yang pertama di Hadhromaut. Beliau mendirikan sebuah ribath di kota Seiwun untuk para penuntut ilmu dari dalam dan luar kota. Ribath itu menyerupai masjid dan terletak di sebelah timur halaman Masjid ‘Abdul Malik. Biaya orang yang tinggal di ribath ditanggung oleh beliau sendiri. Di samping itu ada beberapa wakaf untuk membiayai keperluan mereka. {Fuyudhat al Bahr al Mali}

    Dan ketika beliau berusia 44 tahun (1303 H), beliau membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal dengan nama Masjid Riyadh di Seiwun. Habib Ali berkata : “Dalam masjid Riyadh terdapat cahaya, rahasia dan keberkahan Nabi Muhammad saw.” {Fuyudhat al Bahr al Mali

    Di dalam masjid Riyadh diadakan berbagai majelis, salah satunya majelis Senin. Majelis hari senin sangat agung, banyak pengunjungnya baik dari dalam maupun luar kota. Pada majelis ini dibacakan 6 kitab hadits (al Ummahat as Sit). Majelis Senin diliputi haibah dan kekhusyu’an. Walaupun masjid penuh sesak tapi seakan-akan tidak ada seorang pun di dalamnya. Setiap orang mendengarkan apa yang sedang dibaca, mereka tidak senang jika ada yang mengajak bicara. Tak diragukan lagi bahwa ruh Nabi Muhammad saw hadir dalam majelis itu. Majelis itu meninggalkan kesan dalam hati. Setelah dibacakan kitab hadits, qur’an dan qashidah, lalu Habib Ali memberikan pengajian agung yang mampu menggerakkan hati dan membuat hadirin meneteskan air mata. Beliau kemudian menutup majelisnya dengan Fatihah yang serba mencakup.


KITAB SIMTUD DUROR

    Ketika usia Habib Ali Alhabsyi menginjak 68 tahun, ia menulis kitab maulid yang diberinya nama “Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar” (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya), pada hari kamis 26 Shafar 1327 H. Pada tanggal 10 Rabi’ul Awwal beliau menyempurnakan kitab maulidnya. Dan pada malam sabtu 12 Rabi’ul Awwal 1327 Hia membaca maulid Simthud Duror di rumah muridnya, Habib Umar bin Hamid Asseggaf. Sejak hari itu beliau mulai membaca maulidnya sendiri Simthud Duror , yang sebelumnya ia selalu membaca maulid ad Diba’i.

    Maulid Simthud Duror yang agung ini kemudian mulai tersebar luas di Seiwun, juga di seluruh Hadhromaut dan tempat-tempat lain yang jauh. Maulid ini juga sampai ke Haramain yang mulia, Indonesia, Kenya, Afrika, Dhafar dan Yaman, hingga sekarang tersebar dan dibaca di penjuru dunia.

    Habib Ali Alhabsyi berkata : “Jika seseorang menjadikan kitab maulidku ini sebagai salah satu wiridnya atau menghafalnya, maka rahasia (sir) Al Habib shollallahu ‘alayhi wasallam akan tampak pada dirinya. Aku yang mengarang dan mendiktekannya, namun setiap kali dibacakan kitab itu kepadaku, dibukakan bagiku untuk berhubungan dengan Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam. Pujianku kepada Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam dapat diterima oleh masyarakat. Ini karena besarnya cintaku kepada Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam. Bahkan dalam surat-suratku, ketika aku menyifatkan Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam, Allah membukakan kepadaku susunan bahasa yang tidak ada sebelumnya. Ini adalah ilham yang diberikan Allah kepadaku.dalam surat menyuratku ada beberapa sifat agung Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam, andaikan an Nabhani membacanya, tentu ia akan memenuhi kitab-kitabnya dengan sifat-sifat agung itu.”

SAYYID JA'FAR AL-BARZANJI (SHOHIBUL MAULID BARZANJI)


KELAHIRAN

    Sayyid Ja’far al-Barzanji dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1711 M).


NASAB

    Sayyid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah saw.


WAFAT

    Sayyid Ja'far al-Barzanji wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi’, tepatnya di sebelah bawah maqam nenek moyang beliau dari kalangan anak-anak perempuan Rasulullah Saw.

    Sungguh karya-karya Sayyid Ja'far telah membawa umat untuk selalu mengingat Rasulullah Saw. Menjadikan umat lebih mencintai Rasulullah Saw. Menenggelamkan umat dalam lautan rindu kepada Rasulullah Saw. Setiap kali karangannya dibaca, sholawat dan salam selalu terlantunkan atas Baginda Nabi Agung Muhammad Saw.


PENDIDIKAN

    Sayyid Ja’far al-Barzanji memulai pendidikannya dengan menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy dan Syeikh Syamsuddin al-Misri. Setelah selesai, beliau melanjutkan pendidikannya dengan belajar ilmu naqliyah dan ‘Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi.

    Kemudian belajar ilmu nahwu, sharaf, mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, hisab, fiqih, ushul fiqh, falsafah, ilmu hikmah, ilmu teknik, lughah, ilmu mustalah hadis, tafsir, hadis, ilmu hukum, Sirah Nabawi, ilmu sejarah semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid nabawi. Dan ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan Ulama besar.


GURU-GURU

    Diantara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah:

- Sayyid Abdul Karim Haidar al-Barzanji

- Syeikh Yusuf al-Kurdi

- Sayyid Athiyatullah al-Hindi.

    Beliau kemudian berhijrah dan menetap di Makkah selama lima tahun. Di sana beliau belajar kepada para ulama besar, diantaranya:

- Syeikh Athallah ibn Ahmad al-Azhari

- Syeikh Abdul Wahab ath-Thanthowi al-Ahmadi

- Syeikh Ahmad al-Asybuli

    Beliau juga telah mendapatkan ijazah dari para ulama besar, diantaranya:

- Syeikh Muhammad ath-Thoyib al-Fasi

- Sayyid Muhammad ath-Thobari

- Syeikh Muhammad ibn Hasan al-‘Ajimi

- Sayyid Musthofa al-Bakri

- Syeikh Abdullah asy-Syubrawi al-Misri.


PENGUASAANNYA DALAM ILMU AGAMA

    Sayyid Ja'far al-Barzanji banyak menguasai cabang-cabang ilmu agama diantaranya ialah Shorof, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Ushul Fiqh, Faraidh, Hisab, Ushuluddin, Hadits, Ushul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, ‘Arudh, Kalam, Lughat, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawwuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholahul Hadits.


MENJADI KHATIB DI MASJID NABAWI

    Sayyid Ja'far al-Barzanji, selain dikenal sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan takwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau.

    Diceritakan bahwa satu ketika di musim kemarau, di saat beliau sedang menyampaikan khutbah Jum’at, seseorang meminta beliau beristisqa’ (memohon hujan). Maka dalam khutbahnya itu, beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu lamanya, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:

    “Dahulu al-Faruuq dengan al-‘Abbas beristisqa’ memohon hujan. Dan kami dengan Ja’far pula beristisqa’ memohon hujan. Maka yang demikian itu wasilah mereka kepada Tuhan. Dan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘arif.”


SOSOK YANG MASHUR

    Sayyid Ja'far al-Barzanji telah diakui banyak kalangan dan mendapat kedudukan yang dekat di sisi pembesar Makkah dan Madinah, serta para menteri Kerajaan Utsmaniah. Kemasyhuran dan kehebatan beliau telah menyebar ke seluruh pelosok dunia Islam. Karangan-karangan beliau telah  diterima dan dipuji oleh para ulama yang sezaman denganya sehingga  tersebarlah tulisan-tulisan beliau di kalangan para penuntut ilmu.


TELADAN

    Sayyid Ja'far al-Barzanji mempunyai akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan al-Quran dan as-Sunnah, wara’, banyak berdzikir, senantiasa bertafakkur, mendahului dalam berbuat kebajikan, gemar bersedekah, dan sangat pemurah.


KARYA-KARYA

    Sayyid Ja’far al-Barzanji adalah pengarang kitab maulid yang masyhur dan terkenal dengan nama Maulid al-Barzanji. Sebagian ulama mengatakan bahwa nama karangannya tersebut adalah ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiyyi al-Azhar. Maulid karangan beliau ini adalah diantara kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri 'Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak dari mereka yang menghafalnya.

    Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) Sirah Nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran Rasulullah Saw., diutusnya beliu Saw. sebagai Rasul, hijrah, akhlak, peperangan hingga kewafatan beliau Rasulullah Saw.

    Kitab Maulid al-Barzanji ini telah disyarahi oleh al-‘Allamah al-Faqih asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba’ilisy dengan kitab syarah yang dinamakan al-Qaul al-Munji 'ala Maulid al-Barzanji yang telah berulang kali dicetak di Mesir.

    (Beliau Syekh Ba`ilisy adalah seorang ulama besar jebolan al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H/1802 M dan wafat pada tahun 1299 H/1882 M. Karyanya antara lain adalah; Hidayat al-Murid li 'Aqidat Ahl at-Tauhid, Syarh al-'Aqa’id al-Kubra li as-Sanusi, Hasyiyah 'ala Syarhi ash-Shoghir li ad-Dardir, Minhu al-Jalil 'ala Mukhtashar Khalil dan Hidayat as-Salik ila Aqrab al-Masalik fi Furu` al-Fiqh al-Maliki).

    Selain Syekh Ba’ilisy, ulama kita kelahiran Banten Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya yaitu Punggawa Ulama Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah dari kitab Maulid al-Barzanji yang diberi judul Madarij ash-Shu’ud ila Iktisa’ al-Buruud.

    Begitu juga dari salah satu cucu Sayyid Ja'far al-Barzanji yang bernama sama dengan kakeknya yaitu Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma’il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain al-Barzanji, telah menulis syarah dari kitab Maulid al-Barzanji tersebut yang diberi judul al-Kaukab al-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiy al-Azhar.

    Sayyid Ja'far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, diantaranya; Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadhail Ramadhan, Mashabih al-Ghurar ‘ala Jaliy al-Kadar dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi Isra’ wa al-Mi’raj.

    Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian kakeknya Sayyid Ja'far al-Barzanji dengan judul ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far.


Kitab karangan Sayyid Ja'far al-Barzanji diantaranya:

- Al-Birr al-‘Ajil bi Ijabat asy-Syeikh Muhammad al-Ghafil

- Jaliyat al-Kadr bi Asmai Ashshab Sayyid al-Malaik wa al-Basyar

- Jaliyat al-Kurb wa al-Ahadiyyin bi Asma’ Sayyid al-‘Ajam wa al-‘Arab fi Asma’ al-Badriyyin

- Al-Lujjainiy ad-Daniy fi Manaqib asy-Syeikh Abdil Qadir al-Jailaniy

- Ar-Raudh al-Mu’thar fi Maa Yuhaddi as-Sayyid Muhammad min al-Asy’al

- Asy-Syiqaq al-Atrijiyyah fi Manaqib al-Asyraf al-Barzanjiyyah

- Ath-Thawali’ al-As’adiyyah min al-Mathali’ al-Masyriqiyyah

- Al-‘Ariyn li Asma’ ash-Shabat al-Badriyyin

- Fath ar-Rahman ‘ala Ajwibat as-Sayyid Ramdhan

- Al-Faidh al-Lathif bi Ijabat Naib as-Sar’ asy-Syarif

- Nuhudh al-Laits li Jawab Abi al-Ghaits

- ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiyyi al-Azhar (Maulid al-Barzanji).


BIOGRAFI ABDURRAHMAN AD DIBA`I (SHOHIBUL MAULID DIBA'I)


    Nama beliau Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar Al-Diba`i As-Syaibaniy. kata ” Diba`” adalah julukan (laqob) kakeknya yang bernama Ali bin Yusuf Diba` yang dalam bahasa Sudan berarti putih.


RIWAYAT HIDUP

LAHIR

Beliau dilahirkan di kota Zabid (salah satu kota di Yaman Utara) pada sore hari Kamis 4 Muharram 866 H.)


WAFAT

Ibn Diba’i wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rajab 944 H.


SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU

PERJALANAN MENUNTUT ILMU

    Beliau diasuh oleh kakek dari ibunya yang bernama Syekh Syarafuddin bin Muhammad Mubariz yang juga seorang ulama besar yang tersohor di kota Zabid saat itu, hal itu dikarenakan sewaktu beliau lahir, ayahnya sedang bepergian, setelah beberapa tahun kemudian baru terdengar kabar, bahwa ayahnya meninggal didaratan India. Dengan bimbingan sang kakek dan para ulama kota Zabid ad-Diba’i tumbuh dewasa serta dibekali berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantara ilmu yang dipelajari beliau adalah: ilmu Qiroat dengan mengaji Nadzom (bait) Syatibiyah dan juga mempelajari Ilmu Bahasa (gramatika), Matematika, Faroidl, Fikih.

    Pada tahun 885 H. beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya. Sepulang dari Makkah Ibn Diba` kembali lagi ke Zabid. Beliau mengkaji ilmu Hadis dengan membaca Shohih Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Al-Muwattho` dibawah bimbingan Syekh Zainuddin Ahmad bin Ahmad As-Syarjiy. Ditengah-tengah sibuknya belajar hadis, Ibn Diba’ menyempatkan diri untuk mengarang kitab Ghoyatul Mathlub yang membahas tentang kiat-kiat bagi umat muslim agar mendapat ampunan dari Allah SWT.


GURU BELIU

    Guru-guru Abdurrahman Ad Diba’i:

- Syekh Syarafuddin bin Muhammad Mubariz (Kakek)

- Syekh Zainuddin Ahmad bin Ahmad As-Syarjiy


PELAJARAN PENTING DARI AD DIBA’I

    Ibn Diba’ mempunyai kebiasaan untuk membaca surat Al-fatihah dan menganjurkan kepada murid-murid dan orang sekitarnya untuk sering membaca surat Al-fatihah. Sehingga setiap orang yang datang menemui beliau harus membaca Fatihah sebelum mereka pulang. Hal ini tidak lain karena beliau pernah mendengar salah seorang gurunya pernah bermimpi bahwa hari kiamat telah datang lalu dia mendengar suara “ wahai orang Yaman masuklah ke surga Allah” lalu orang–orang bertanya “kenapa orang-orang Yaman bisa masuk surga ?” kemudian dijawab, karena mereka sering membaca surat Al-fatihah.


KARYA BELIAU

    Ibn Diba` termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Hal ini terbukti beliau mempunyai banyak karangan baik dibidang hadis ataupun sejarah. Karyanya yang paling dikenal adalah syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad SAW. yang terkenal dengan sebutan Maulid Diba`i, Meskipun ada yang menisbatkan Maulid ini kepada Ibn jauzi, hanya saja pendapat ini sangat lemah.

    Diantara buah karyanya yang lain adalah:

- Qurrotul `Uyun yang membahas tentang seputar Yaman,

- Kitab Mi`roj,

- Taisiirul Usul,

- Bughyatul Mustafid

    Dan beberapa bait syair lainnya.

biografi sumber: laduni.id

Komentar